Pages - Menu

Pages

Sabtu, 19 Desember 2015

Laporan Dan Kronologis Pilkada Nabire Versi Masyarakat Adat


PENDAHULUAN
Dasar hukum; Mengacu pada PKPU No 5 Tahun 2015 bagian kedua pasal 17 tentang hak dan kewajiban  masyarakat dalam keterlibatan memantau PILKADA yang mana pasal tersebut menyebutkan; Dalam penyelenggaraan pemilu,masyarakat berhak :

 (a) Memperoleh informasi publik terkait dengan pemilihan sesuai peraturan perundang-undangan, (b) Menyampaikan dan menyebarluasakan informasi publik terkait dengan pemilihan (c) Berpendapat atau menyampaikan pikiran.

Mengacu pada dasar hukum tersebut maka kami kami suku Besar Yerisiam Gua dan Suku Hegure Yaur sebagai masyarakat pribumi di kabupaten nabire melihat penyelenggaraan PILKADA tanggal 9 Desember 2015 di Kabupaten Nabire penuh dengan praktek-praktek kepentingan. Dimana penyelenggara PILKADA dan juga ada indikasi aparat keamanan yang seharusnya netral dalam pelaksanaan pemilu terkesan turut terlibat mengamankan kandidat tertentu sehingga pelaksanaan PILKADA di Nabire cacat hukum, dan moral. Dilain hal secara terang-terangan penyelenggara dalam hal ini PANWAS telah mengetahui hal dimaksud namun tidak mengambil langkah-langkah sesuai tugas fungsinya, sehingga kondisi tersebut jika dibiarkan maka Nabire akan terjadi konflik berkepanjangan antara suku pribumi dan suku-suku non pribumi.

Seperti disebutkan diatas kami melaporkan kronologis penemuan pelanggaran pilkada di kabupaten nabire versi suku Yerisiam Gua dan Hegure Yaur diantaranya:

KRONOLOGIS PENEMUAN
H Min (-4)  sebelum pelaksanaan.
Pembentukan dan Pelantikan anggota PPS oleh KPU  sangat menyalahi PKPU No 3 Tahun 2015 Pasal 36 ayat 2 “Anggota PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota paling lambat 7 Bulan sebelum pemungutan suara dan di bubarkan 2 (dua) Bulan sesudah pemungutan suara”
H Min (-1) Hari pelaksanaan.

Pembagian undangan yang tidak sesuai nama DPT, melanggar PKPU No 3 Tahun 2015 Pasal 49 Ayat (1) “Petugas pemuktahiran data pemilih membantu KPU/KIP Kabupaten/ Kota dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih”. Ayat (2) “Petugas pemutakhiran data pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  dapat berasal dari pengurus Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) atau sebutan lain, yang diusulkan oleh PPS yang bersangkutan. Pasal 50” Tugas wewenang dan kewajiban petugas pemutakhiran data pemilih meliputi;

Membantu KPU/KIP Kabupaten/ Kota dalam melakukan pemutakhiran data.
Menerima data pemilih dari KPU/KIP  Kabupaten /Kota melalui PPK dan PPS.
Melakukan pemuktahiran data pemilih.
Melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih.

Mendatangi pemilih untuk melakukan pencocokan penelitian data pemilih.
Memberikan tanda bukti terdaftar kepada pemilih dan menempelkan tanda khusus pada rumah pemilih; dan
Membuat dan menyampaikan rekapitulasi hasil pencocokan dan penelitian kepada PPS.

PKPU No 4 Pasal 4 ayat (2) huruf (c)” Berdomisili di daerah pemilihan paling kurang 6 (enam) bulan sebelum disahkannya DPS yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau dokumen kependudukan dari petugas yang berwenang. Pasal 17 ayat (1)” KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi hasil perbaikan DPS dan menetapkan DPT paling lama 2 (dua) hari sejak menerima hasil perbaikan DPS dari PPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (7) tujuh huruf a. sehingga kinerja KPU Nabire di pertanyakan dan dapat disimpulkan bahwa KPU terstruktur bekerja untuk memenangkan kandidat tertentu.

Terjadi transaksi dilakukan di kamar hotel JEPARA INDAH oleh ketua KPPS TPS 13 Karang Mulia, dan anggota panwas serta ketua RT pada malam hari 8 Desember 2015. UU No 1 Tahun 2015. Penemuan ini melanggar Pasal 98 ayat 5 “ penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS oleh KPPS dan dihadiri saksi pasangan calon, pengawas TPS, pemantau, dan masyarakat. Ayat 7” penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi calon, panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses perhitungan suara. Namun pada penemuan ini terkesan di biarkan dan tidak dijadikan sebuah obyek sengketa.

Tanggal 9 Desember 2015
Pada tanggal 9 Terjadi hujan deras dari jam 06.00 – 12.00 WIN yang menyebabkan sebagaian pemilih tidak menggunakan hak pilih sehingga seharunya pemilu harus ditunda satu hari kedepan karena jelas mengganggu jalannya pilkada yang nyaman aman. Dasar hukum PKPU no 10 pasal 76 ayat 1 mensyaratkan bahwa dalam hal sebagian atau seluruh daerah pemilihan gubernur, dan wakil gubernur, Bupati dan Wakil bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan, BENCANA ALAM ATAU GANGGUAN LAINYA yang mengakibatkan sebagaian tahapan pemungutan suara dan/ atau perhitungan suara tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemungutan dan/ atau perhitungan suara lanjutan.

Terjadi mobilisasi masa pemilih dari 3 kabupaten (Dogiyai, Deyai, dan Paniai) sehingga kurang lebih 75 % penduduk kabupaten nabire tidak mendapat hak pilih dan undangan pemilih yang tidak sampai pada pemilih dan terkesan terorganisir, terstruktur sehingga pemilih ilegal dengan bebas melakukan pencoblosan di semua TPS di wilayah Distrik Nabire, Teluk Kimi dan Nabire Barat, Wanggar, Makimi. Sehingga mengacu pada PKPU No 10 Tahun 2015 Pasal 80 ayat 1 “ Dalam hal pemungutan suara dan/ atau Perhitungan Suara tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah kecamatan atau 50 % (lima puluh persen) dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemungutan suara lanjutan atau susulan dilakukan dilakukan oleh Mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negri atas usul KPUProvinsi/KIP Aceh. Ayat 2 “ Dalam hal pemungutan suara dan/ atau Perhitungan Suara tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah kecamatan atau 50 % (lima puluh persen) dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemungutan suara lanjutan atau susulan dilakukan dilakukan oleh Gubernur yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negri atas usul KPU/KIP Kabupaten Kota.

REKOMENDASI
Berdasarkan kronologis singkat dapat kami simpulkan bahwa pelaksanaan PILKADA dan hasil yang didapat di Nabire dapat dikatakan tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga kami meminta:

Menolak Hasil Rekapitulasi KPU Nabire.
Gubernur menyurati Menteri Dalam Negeri untuk melakukan PILKADA ULANG DI EMPAT DISTRIK YAITU; NABIRE, NABIRE BARAT, TELUK KIMI  WANGGAR Dan MAKIMI.
MERUJUK POINT 1 MAKA SEGERA MELAKUKAN PERGANTIAN PETUGAS PENYELENGGARA PEMILU BAIK KPU/PANWAS DARI TINGKAT KABUPATEN HINGGA KELURAHAN/KAMPUNG.
PEMUKTAHIRAN ULANG DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT).

DIMOHON KEPADA GUBERNUR MENYURATI KAPOLDA UNTUK SEGERA MENGGANTIKAN KAPOLRES NABIRE
Demikian kronologis yang dapat kami sampaikan untuk diketahui oleh semua pihak dan besar harapan kami hukum ditegakan demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Kabupaten Nabire.

(Nobis Numberi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar